KEDIRI
– Ande-Ande Lumut adalah cerita populer di kalangan masyarakat Jawa. Dalam
cerita itu dikisahkan seorang janda (Mbok Rondo) yang tinggal di daerah Dadapan
mempunyai lima
orang gadis. Anak-anak yang cantik itu bernama Kleting Merah, Kleting Hijau,
Kleting Biru dan Kleting Ganyong. Pada suatu hari datang seorang gadis
berpakaian kotor. Gadis itu bernama Kleting Kuning.
“ Mbok saya mau ngenger
(baca : numpang) disini. Saya akan melakukan apapun yang mbok suruh,” pinta
gadis itu. Kelima gadis anak mbok rondo mencemooh. “ Memangnya ini penginapan
atau hotel. Seenaknya saja ngenger
disini,” cemooh Kleting Merah, Kleting Hijau, Kleting Biru dan Kleting Ganyong.
Untunglah si mbok rondo segera mengajak gadis itu. Kleting Kuning seorang anak
yang rajin. Sedangkan enam gadis anak si mbok rondo sangat pemalas dan
pekerjaanya hanya bersolek.
Pada suatu hari,
para kleting mendengar ada seorang pria tampan yang tinggal di seberang desa.
Pria tampan nan gagah perkasa itu bernama Ande-Ande Lumut tinggal bersama
seorang janda pula. Banyak gadis yang melamarnya, tetapi tak satupun yang
diterima. Hingga akhirnya kelima kleting segera berangkat ke rumah Ande-Ande
Lumut. Mereka saling mendahului agar segera terpilih menjadi istri Ande-Ande
Lumut.
Kisah diatas diperankan kembali dalam Opera Pelataran Goa
Selomangleng Kota Kediri. Pemeran berasal dari para seniman didikan Sastro
Budoyo Kediri. Sedangkan dalangnya adalah Kompol Dodik Eko Wijanarko. Sang
dalang tak lain adalah Kapolsek Mojoroto Kota Kediri, yang juga Wakil Ketua
Dewan Kesenian Jawa Timur
Dengan konsep dagelan (baca : lawakan segar) acara
tersebut langsung mengundang perhatian masyarakat. Ratusan pengunjung wisata Goa Selomangleng
dan Museum
Airlangga Kediri
tumplek blek mengerumuni. Untuk menambah nuansa sakral dan mistik
masyarakat juga disuguhi musik karawitan Sarwo Lawas.
“ Tibalah mereka (para kleting) di pinggir sungai yang
memisahkan dua desa,” ujar dalang Dodik Eko Wijanarko. Kelima gadis mbok rondo
pun bingung menyeberanginya. “ Bagaimana cara kita menyeberang?’ keluh Kleting
Abang. Tiba-tiba munculah raksasa Yuyu Kangkang. “Mau kemanakah kalian ini?”
tanya Yuyu Kangkang dengan nada tinggi. Jawab para kleting, hendak menyeberang
sungai. “ Maukah kau menolong kami?” pinta Kleting Biru. Kemudian Yuyu Kangkang
mengajukan syarat.
“ Aku mau pilusmu (pipi mulusmu). Setelah ku seberangkang,
kalian harus menciumku satu per satu,” kata Yuyu Kangkan. Pada awalnya, kelima
gadis mbok rondo menolak. Tetapi karena terpaksa, akhirnya mereka bersedia
mencium. Dengan cekatan Yuyu Kangkang pun menyeberangkan mereka. Setelah itu,
Yuyu Kangkang langsung mencium pipi kleting itu satu per satu. Dalam pikiran
mereka yang penting segera bertemu dengan pria idaman yang tak lain adalah
Ande-Ande Lumut
Sesampainya di rumah Ande-Ande Lumut, kelima kleting segera
masuk dan memperkenalkan diri. Mereka satu per satu berlenggak-lenggok berusaha
menarik perhatian Ande-Ande Lumut. Sementara itu, ibu Ande-Ande Lumut
melantunkan lagu.
“Anakku, si Ande-Ande Lumut temuilah ada gadis yang ingin
melamarmu. Si gadis nanti cantik rupawan, Kleting Merah yang jadi namanya”.
Jawab Ande-Ande Lumut. “Duh ibu saya belum menerima rupa cantik bekas si Yuyu
Kangkang. Kleting Merah sangat kecewa, begitu pun kleting lainnya.
Sementara itu, setelah menyelesaikan pekerjaanya Kleting
Kuning berangkat menyusul keenam kleting. Tibalah di sungai besar. Dia bertemu
dengan Yuyu Kangkang. Kleting Kuning meminta tolong supaya diseberangkan.
Tetapi, Yuyu Kangkang menolak. Alasannya, Kleting Kuning mengeluarkan aroma bau
busuk, dan di pipinya terdapat kotoran ayam. Yuyu Kangkang hendak menyelam ke
sungai. Dengan cekatan Kleting Kuning mengeluarkan pusaka “Sodo Lanang”
dipukulkan ke sungai. Hingga sungai terbelah menjadi dua. Dan Kleting Kuning
bisa menyeberang.
Kleting Kuning tiba di rumah ibu Ande-Ande Lumut. “ Dinda,
akhirnya kau kutemukan,” kata pangeran Panji Asmoro Bangun, yang menyamar
menjadi Ande-Ande Lumut. Kleting Kuning tergagap dan bingung ketika menyadari
dirinya dihampiri pangeran. Akhirnya dua sejoli, putra dan putri raja itu
bertemukan kembali
Kabid Pariwisata Disbudparpora Kota Kediri Esti Rahayu
mengucapkan permohonan maaf karena Walikota Kediri dan Kepala Disbudparpora tidak bisa
hadir ditengah tengah masyarakat. Dirinya berharap, kedepan setiap seminggu
sekali akan ditampilkan budaya-budaya khas masyarakat Kediri, sebagai akar budaya Nasional.