KEDIRI – Penyelesaian dugaan kasus korupsi mega proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri oleh tim Tipikor Polres Kediri Kota tampaknya mulai melamban. Pasalnya, selama proses penyidikan, hingga sekarang baru berjalan sekitar 40 persen. Sehingga kasus yang diduga telah merugikan keuangan Negara hingga puluhan miliar tersebut belum bisa digelar perkara secara terbuka di Polda Jawa Timur.
“Saya rencanakan awalnya minggu depan bisa dilakukan gelar perkara di Polda Jawa Timur, ketika kasus ini sudah berjalan 75 persen. Kalau masih 50 persen, sayang, waktunya masih terbuang. Oleh karena itu, sedang kita lengkapi. Saat ini masih sekitar 40 persen,” kata Kapolres Kediri Kota AKBP Ratno Kuncoro, Jumat (15/2).
Untuk mencapai target penyelesaian hingga 75 persen, kata Kapolres, bukan persoalan yang gampang. Banyak kendala yang sedang dihadapi oleh tim penyidik. Terutama, banyaknya jumlah saksi yang harus dimintai keterangan.
Selain itu, sampai kini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ((BPKP) belum juga melakukan proses auditing terhadap proyek bernilai Rp 66 miliar tersebut. Padahal, pihak kepolisian sudah menyurati lembaga pemerintah nonkementerian itu agar segera bertindak.
Disisi lain, proses penyelesaiannya saat ini justru mengalami ‘pengenduran’. Isu yang berkembang menyebutkan, ada pihak luar yang sedang mengintervensi korps berbaju coklat itu.
Seperti hari ini, tidak ada aktivitas pemeriksaan terhadap saksi. Padahal, sebelumnya penyidik Tipikor sangat gencar. Hampir, tiada hari tanpa memeriksa saksi, utamanya dari kalangan pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri.
Kapolres yang memiliki latar belakang intelkam itu menjawab, memang sedang calling down terhadap proses penanganan kasus korupsi Jembatan Brawijaya. Pihaknya sengaja recondisi dengan alasan bagian dari strategi penyidikan.
Akan tetapi, Kapolres tetap memegang komitmennya untuk menuntaskan kasus itu sebelum, Pemilihan Walikota (Pilwali) Kediri yang sudah ditetapkan, pada Agustus mendatang. “Target penyelesaiannya masih bisa diselesaikan. Tetapi tidak cepat seperti yang diharapkan. Banyak pihak yang harus dimintai keterangan. Saya rasa semua ingin kasusnya bisa segera tuntas, untuk bisa dilimpahkan ke Kejaksaan. Namun, banyak sekali yang harus diperiksa, kini penajaman saksi,” beber lulusan FBI itu
Kapolres juga mengingatkan kepada semua pihak, bahwa semua orang sama dimata hukum. Termasuk, siapa saja yang dimintai keterangan kepolisian. Seperti, anggota dari Sekretaris DPRD setempat, saat proses penggeledahan. Semata-mata dalam upaya menegakkan keadilan. “Perlu dipahami semua pihak, semua tindak pidana, semua orang sama di mata hukum. Penyidik melakukan tindakan penggeledahan, sudah mendapat persetujuan dari Pengadilan. Kita tetap mematuhi etika, kita sudah menyurati Ketua DPRD dan Walikota. Sudah ada kesepakatan elemen bangsa dan semua pihak bisa memahami,” jelas Kapolres.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Polres Kediri Kota sudah menetapkan dua orang pejabat sebagai tersangka dugaan korupsi Jembatan Brawijaya Kota Kediri. Mereka, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kasenan dan Ketua Panitia Lelang Wijanto.
Penyidik Tipikor Polres Kediri Kota juga melakukan penggeledahan di dua tempat yakni, Balaikota Kediri dan Gedung DPRD setempat. Penggeledahan bertujuan untuk mencari dokumen-dokumen penting berkaitan dengan mega proyek bernilai puluhan miliar itu.
Tetapi tindakan penyidik Tipikor ketika ‘mengobok-obok’ gedung wakil rakyat itu berbuntut. Wakil Ketua DPRD Sholahudin Faturrahman menganggap, polisi sudah bertindak melampuai prosedur dan etika. Sebab, polisi juga membawa anggota Sekretaris DPRD ke Mapolres Kediri Kota untuk dimintai keterangan.
Selain itu, kepolisian juga membeber beberapa dokumen yang dikhawatirkan bisa membocorkan rahasia Negara. Sampai saat ini, pimpinan DPRD tetap berprasangka baik, bahwa kepolisian bertindak masih dalam batasan koridor hukum yang berlaku.