“Hari ini surat ijin pemeriksaan anggota DPRD kita kirimkan ke Gubernur. Sesuai prosedur, seharusnya melalui Polda Jawa Timur. Tetapi, kita sudah berkoordinasi dengan Polda, agar proses ini dipercepat,” ujar Kapolres Kediri Kota AKBP Ratno Kuncoro, Senin (25/02)
Kapolres belum bisa memastikan kapan turunnya surat ijin dari Gubernur. Tetapi, sesuai ketentuan, paling lama 30 hari. Jika lebih dari batasan waktu tersebut, tim Tipikor akan memanggil secara paksa kalangan dewan untuk diperiksa. “Ketentuannya, apabila lebih dari 30 hari Gubernur tidak memberikan ijin, kita panggil paksa. Tetapi, saya yakin sebelum batasan waktu itu, ijin sudah turun. Sebab, ada instruksi dari Presiden terkait percepakatan proses hukum terhadap tindak pidana korupsi,” tegas Kapolres
Setelah ijin dari Gubernur turun, imbuh Kapolres, pihaknya langsung mengirimkan surat panggilan kepada pimpinan DPRD. Selain mereka, juga seluruh anggota Pansus Jembatan Brawijaya
Keterangan dari unsur pimpinan DPRD dan Pansus, kata Kapolres, sangat penting. Sebab, merekalah yang mengetahui tahapan penganggaran mega proyek bernilai Rp 71 miliar tersebuta. Mulai dari proses perencanaan hingga persetujuan. “Materi pertanyaan yang akan kita ajukan seputar perencanaan hingga persetujuan anggaran untuk Jembatan Brawijaya Kediri. Termasuk juga ada hak-hak angket dewan, dan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) 2010 tentang penyusunan rencana anggaran,” terang Kapolres
Informasi yang didapat, penganggaran Jembatan Brawijaya Kota Kediri diduga bermasalah. Proses penganggaran disinyalir tidak melalui prosedur. Sampai akhirnya, muncul surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPRD. “Surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPRD itu diantaranya berisi, persoalan tiga proyek besar yaitu, RSUD Gambiran II, Poltek II dan Jembatan Brawijaya. PAN sendiri sempat marah dengan Nurudin Hassan (Wakil Ketua DPRD yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua DPD PAN Kota Kediri). Sampai akhirnya muncul Surat Peringatan (SP-2) kepadanya. Gara-garanya, dia tanda tangan persetujuan pada proyek itu,” kata Sekretaris Fraksi PAN Reza Darmawan.
Surat persetujuan penganggaran proyek pembangunan Jembatan Brawijaya sendiri keluar pada tahun 2010. Padahal, pansus selesai membahas, pada tahun 2011, atau satu tahun setelahnya. Sehingga, kucuran anggaran pada termin kedua tahun 2011 sebesar Rp 8 miliar itu meragukan. “Prosedur penganggarannya terbalik. Masak, banggar lebih dahulu daripada pansus. Padahal, sesuai tahapan, seharusnya banmus (badan musyawarah), kemudian pansus lalu banggar (badan anggaran). Yang terjadi banggar terlebih dahulu. Lalu, hampir satu tahun setelahnya baru pansus. Oleh karena itu, Fraksi PAN menolak. Teman-teman lain, ada yang juga menolak,” imbuh Reza.
Proses penganggaran awal tersebut kemudian menjadi polemik. Sampai akhirnya, Ketua DPRD Wara S Reni Prama sempat menjelaskan, jika surat persetujuan anggaran proyek tertanggal 12 November 2010 yang sudah beredar itu palsu. Pihaknya menyatakan, bahwa tanda tangannya di dalam surat terserbut hasil scanner komputer.
Kendati surat itu dinyatakan palsu, tetapi anggaran yang dikucurkan dari APBD Kota Kediri pada termin kedua itu sudah terlanjur dipergunakan. Dana sebesar Rp 8 miliar itu telah dibelanjakan untuk tiang pancang dan gelagar Jembatan Brawijaya.
Disisi lain, Ketua Pansus Jembatan Brawijaya Muzer Zaidib yakin, bahwa prosedur pansus sudah dijalankan sesuai tahapan. Politisi PKB itu juga mengatakan, bahwa semua anggota pansus telah menyetujuinya.
Terkait rencana pemeriksaan terhadap unsur pimpinan DPRD dan pansus Jembatan Brawijaya, Muzer mengaku, sangat siap. Dia akan memberikan keterangan apa adanya untuk membantu kepolisian dalam menuntaskan dugaan korupsi Jembatan Brawijaya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polres Kediri Kota sudah menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kasenan dan Ketua Panitia Lelang Wijanto sebagai tersangka dugaan korupsi Jembatan Brawijaya. Penyidik Tipikor kini tengah menyelidikan proyek pembangunan Poltek II Kediri.
Polisi mensinyalir sudah terjadi tindak pidana korupsi pada proyek bernilai Rp 88 miliar itu. Indikasi awal, pelaksana proyek adalah PT Surya Graha Semesta (SGS), yang notabene bukan pemenang lelang, serta pelaksana proyek Jembatan Brawijaya. Polisi curiga lelang proyek fiktif dan terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat terkait.
No comments:
Post a Comment