Anggota Komisi A DPRD Kota Kediri Ardian Sayugo mengatakan / sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 42 tahun 2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam PP tersebut, dijelaskan Ardian, jika ada PNS yang sedang ada masalah dengan hukum agar meninggalkan jabatannya dan konsentrasi pada permasalahan hukum yang dihadapi. “Tapi kenyataannya, di Pemkot malah beberapa pejabat yang menjadi tersangka malah menempati posisi strategis,” ujarnya.
Selain itu, dengan masih adanya beberapa pejabat yang menjabat posisi strategis, ia khawatir akan berpengaruh pada kinerjanya dalam melayani masyarakat. “Jika ada pejabat yang menjadi tersangka, wibawa dihadapan bawahannya otomatis akan turun, dan ini tidak bagus bagi birokrasi,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam rekomendasi Komisi A yang salah satunya menonjobkan pejabat yang menjadi tersangka sempat mendapat protes dari kalangan eksekutif. Mereka beralasan, menonjobkan seorang pejabat harus melalui mekanisme sesuai aturan. “Harus dikaji dulu, apakah menguntungkan atau tidak terhadap kinerja jika pejabat tersebut tersangka,” kata Asisten sekkota Budi Siswantoro.
Lebih lanjut Budi menambahkan, kebijakan pemindahan pejabat atau menon aktifkan pejabat merupakan kewenangan Walikota. “Rekomendasi Komisi A ini akan diserahkan ke Walikota, dan nanti kami akan melakukan kajian,” ungkapnya.
Aalagi statusnya masih tersangka dan belum ada putusan dari pengadilan. “Mereka ini kan statusnya masih tersangka dan belum ada putusan dari pengadilan,” ujarnya.
Untuk diketahui, beberapa pejabat yang terjerat kasus hokum, baik dugaan Korupsi RSUD Gambiran, Kas Daerah maupun Buku Kegiatan Sekolah (BKS). Yakni, Asisten Sekkota bidang pemerintahan Budi Siswantoro, Kepala Dinas PU Kasenan dan stafnya Wijoto, kepala Bappeda Suprapto serta kepala SMA Negeri 2 Bambang Tutuko.
No comments:
Post a Comment