KEDIRI – Pasca dimulainya program Bantuan
Langsung Sementara Miskin (BLSM) di Kota Kediri, kalangan dewan menilai, selain
sarat muatan politis, pemkot Kediri juga dianggap mengesampingkan urusan wajib
berupa pendanaan pendidikan dan kesehatan gratis karena justru memilih
melakukan program insidental seperti itu.
Seperti diketahui, mulai awal bulan ini,
program BLSM mulai dicairkan. Tercatat sekitar 12.000 KK yang menerima alokasi
BLSM sebesar Rp 250.000 per keluarga. Walikota Kediri, dr Samsul Ashar Sp.PD
langsung turun tangan untuk membagikan BLSM pada para penerima.
Ketua Komisi C DPRD Kota Kediri, Hadi
Sucipto mengaku terkejut karena program BLSM telah direalisasi. Padahal dalam
pertemuan antara komisi gabungan ( Komisi B dan C ) dengan pemkot beberapa
waktu lalu, dewan dijanjikan akan memperoleh tembusan data penerima BLSM yang
sudah terverifikasi. Nyatanya, hingga BLSM dicairkan, data itu tidak pernah
diterima.
Menurut
politisi PDI Perjuangan itu, validasi penerima BLSM dipertanyakan. Contohnya,
di Kelurahan Ketami Kecamatan Pesantren ditemukan adanya warga yang sudah
pindah rumah tapi masih tercatat sebagai penerima. “Dulu dijanjikan data akan
disampaikan tapi sampai hari ini kami belum memperolehnya. Padahal datanya juga
masih amburadul karena banyak kesalahan,” katanya.
Selain itu, Hadi Sucipto juga
mempertanyakan komitmen pemkot terkait pelaksanaan urusan wajib pemerintah,
misalnya kewajiban untuk mengalokasikan APBD sebesar 20 persen untuk
pendidikan. Hingga saat ini, kata Hadi Sucipto, pemkot baru mengalokasikan 11,5
persen dana APBD untuk pendidikan. Hal ini dinilai sangat memprihatinkan.
Pasalnya, pemkot justru mendahulukan program yang sifatnya sementara daripada
program wajib yang diatur undang – undang. “Ada apa dengan pemkot ? Yang wajib kok malah
tidak segera dipenuhi. Tugas wajib yang harus dijalankan masih banyak yang
belum dituntaskan. Harusnya fokus pada masalah – masalah itu lebih dulu. Itu kan juga untuk
kesejahteraan rakyat. Jangan sampai ada permainan uang APBD untuk maksud dan
keuntungan pihak tertentu,” tandas Hadi Sucipto.
Ditambahkannya, program peningkatan
kesejahteraan pada masyarakat memang sangat baik. Tapi mekanismenya tetap harus
sesuai prosedur yang ada. Lebih dari itu, niat pemkot merealisasikan BLSM
jangan sampai ditunggangi kepentingan politis.
Sementara itu, Walikota Kediri Samsul Ashar menganggap BLSM
merupakan hak warga miskin, sehingga penyalurannya harus dipercepat. “Karena
sudah didok dewan berarti sudah sah dan menjadi hak masyarakat, dan harus
segera diberikan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga membantah jika program ini dimanfaatkan
untuk ajang kampanye, sebab belum ada penetapan dari KPU tentang calon walikota.
“Menjelang Pilkada apa pun bisa dikaitkan, padahal saya ini Walikota lho,
gimana kalau tidak saya sendiri yang mengontrol dan memberikan langsung kepada
mereka. Apalagi, KPU juga belum menetapkan daftar calon tetap,” tegasnya.
Untuk diketahui, mulai awal Juni lalu
Pemkot kediri
sudah mencairkan BLSM atau yang biasa disebut BLT. Anehnya pembagian BLT tidak
dilakukan di kantor kelurahan, melainkan di salah satu rumah warga. Kondisi itu
memunculkan anggapan, BLT dijadikan alat pencitraan Samsul Ashar yang kembali
macung Walikota periode 2014-2019 mendatang. Dalam pembagian BLT, Samsul Ashar
langsung terjun ke masyarakat dan minta doa restu untuk pencalonan dirinya pada
pilkada mendatang.