Wednesday, January 30, 2013

Berbisnis Tebu, Hasilnya Semanis Gula…




Oleh : Arif Kurniawan

Bertani tebu, memang tidak selamanya manis. Ada kalanya, petani mengeluh karena tanaman tebunya tidak membuahkan hasil yang bagus atau di saat musim panen harga tebu jatuh. Kadang, musim yang salah mongso, mengakibatkan para petani tebu juga merugi. Kemudian yang sempat mengkhawatirkan lagi masukknya gula impor ke Indonesia. Sehingga munculbanyak keluhan bahwa bertani tebu tidak semanis rasa gulanya.

Namun bagi petani tebu yang ulet dan gigih, semua tantangan harus dapat dilalui. Tidak peduli terjalnya medan dan tebalnya tembok penghalang. Seperti yang dijalani salah seorang petani tebu asal Dusun Nglaban, Desa Maron, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Nur Hadi. Pria kelahiran 11 Juli 1975 ini sudah merasakan jatuh bangun sebagai petani dan sekaligus sebagai pebisnis tebu.

Saat dijumpai di rumahnya, pria ini tampil santai. Mengenakan celana selutut dan bekaus oblong, tidak memperlihat sebagai seorang pengusaha atau orang kantoran. Namun tiga telepon genggam (HP) yang mendampingi, hampir sepuluh menit sekali berdering. Pembicaraan Nur Hadi dengan penelepon, lebih banyak bicara tentang dunia pertebuan. “Pak Nur, saya mau pesan bibit tebu untuk saat ini? Ada apa tidak?,” kata lawan bicara Nur Hadi di HP.

Melihat keiinginan pemesan yang begitu menggebu, peluang untung sepertinya sudah di depan mata. Namun bagitu, bapak satu anaknya juga memberi gambaran bibit tebu jenis apa dan akan ditanaman di lahan mana. Karena bibit tebu itu banyak jenisnya. Dengan pemberian gambaran ini, diharapkan petani yang memesannya tidak merasa dirugikan dan diharapkan mendapat hasil yang memuaskan. Sehingga Nur Hadi kini banyak dipercaya oleh para petani tebu di Jawa Timur.

Sebagai pengusaha, pemilik CV Rosan Muda ini juga memiliki jaringan yang luas. Khusus pemintaan bibit tebu, tidak hanya dari petani di Jawa Timur tapi kini merambah ke Jawa Barat. Dia juga memasok bibit tebu untuk para petani di wilayah PT Perkebunan Nusantara X (Persero), Jawa Barat atau PG Subang Juta Jati VII. “Jadi, hampir semua petani tebu di wilayah PTPN X saya yang memasok bibit tebunya,” ujar dia.

Meski usahanya dapat dibilang sukses, namun perjalanannya tidak selalu mulus. Tidak jarang ia juga tersandung masalah, terutama dalam bisnis bibit tebu. Bibit tebu yang dipesannya tidak sesuai yang diharapkan atau pesanannya. Padahal secara fisik, bibit itu sama dengan pesananya tapi jenisnya yang berbeda. “Hampir saja saya rugi besar,” kenangnya.

Ternyata, seperti banyak dikatakan orang, “kesalahan adalah adalah guru yang baik”. Dengan kesalahan itu, Nur Hadi akan lebih berhati-hati. Kemudian untuk menghindari kesalahan dari tebu yang bentuknya mirip, dia selalu berkonsultasi ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Perkebunan Jengkol. “Ya, untuk berjaga-jaga dan menghindari kesalahan atau biar tidak tertipu lagi,” jelasnya.

Belakangan, ayah Kevin (9) ini sibuk melayani orderan bibit tebu untuk pengembangan PTPN X (Persero), di wilayah Madura. Hampir setiap dia mengirim bibit tebu dari wilayah Kediri dan Jombang. Hampir semua jenis bibit tebu dia kirim. Langkah PTPNX membuka lahan di Madura ini, sangat ia dukung. Selain demi kemajuan perusahaannya, lahan di wilayah Kediri dan sekitarnya sudah berkurang.

Sebagai petani dan bisnis tebu, sudah digelutinya sejak di bangku kelas 3 SMK atau belajar dari nol. Karena dia bukan berasal dari keluarga petani tebu. Dia juga harus berjibaku dengan gatalnya gelugut tebu dan beratnya medan pekerjaan. Awalnya, dia hanya ikut-ikutan sopir truk tebu dan kemudian menjadi keneknya. “Tidak jarang, sekolah harus ditinggalkan atau terpaksa membolos demi pekerjaan,” ujar dia.

Begitu lulus sekolah, pria berpawakan besar ini langsung terjun menekuni bisnis tebu, dengan modal pengalaman saat menjadi kernet truk. Kemudian meningkat menjadi sopir angkut tebu untuk dikirim ke PG Pesantren Baru dan PG Mrican. Upah sekali angkut Rp 25 ribu dan sehari maksimal tiga kali angkut. Selama menjadi sopir hampir dua tahun, sebagian waktunya digunakan untuk belajar bisnis tebu pada Pak Kalil, seorang petani tebu yang juga bisnis tebu yang dia kenalnya.

Jadi, di sela truk menunggu antrean masuk PG, waktunya digunakan untuk mengamati dan mengenali jenis-jenis tebu yang ada di sekitar PG yang didatangkan dari berbagai daerah. Ibarat gayung bersambut. Suatu saat ada seorang petani yang meminta dicarikan bibit tebu. Saat itu juga, ilmu yang dipelajari diterapkan dan tawaran yang diberikan langsung disambut dengan senang hati. Pencarian bibit pun dilakukan.

Mendapat order pertama kali, hatinya merasa bangga. Seperti ketemu jodoh. “Dalam hati saya langsung bergolak, nasib ini harus berubah. Saya tidak ingin selamanya menjadi sopir truk tebu,” ujarnya sambil menaambahkan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (nasib) kaumnya jika mereka tidak mau mengubah dirinya,”.

Sejak itu, profesi menjadi sopir mulai ditinggalkan dan mencoba menekuni menjadi petani tebu dengan modal pinjam lahan. Selama menjadi petani, dia banyak mendapat pengalaman, termasuk sering ikut pelatihan di Perkebunan Jengkol tentang jenis-jenis tebu. Penghasilannya menjadi seorang petani tebu juga sudah mulai dirasakan. . “Suatu saat saya berfikir, tebu ini harus bisa menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan,” kenangnya.

Berkat kemajuan usahanya, kini Nur Hadi telah memiliki sejumlah armada termasuk mitra truk pengangkut tebu yang jumlahnya 17 armada. Dia juga melibatkan warga sekitarnya untuk dijadikan pekerjanya, baik itu sebagai sopir truk maupun pekerja tebang tebu maupun buruh tani. Kalau pekerjaan banyak, tanagnya bisa sampai 25 orang. “Kalau orderan bibit ramai atau pada musim tanam tebu, penghasilannya sebulan bisa antara Rp 150 juta hingga Rp 200 juta,” ketanya.

Terkait pengembangan lahan tebu di Madura, dibenarkan oleh Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara X (Persero) Ir. H. Mochamad Cholidi. Saat di PG Pesantren Baru, Kota Kediri, Cholidi, mengatakan, pengembangan lahan dan rencana mendirikan PG di Madura, yaitu untuk meningkatkan produksi gula. “Saat ini kami sudah mengembangkan lahan yang bermitra bersama petani setempat. Luas arealnya sekitar 1.300 hektar. Tahun ini akan ditambah 1.000 hektar lagi. Sementara PG di Madura direncanakan mulai 2014, saat lahan tebu sudah mencapai 3.500 hektar,” jelasnya.

PTPNX kini sedang mengkaji rencana pambangunan PG. Karena dari banyak segi, Madura masih sangat menjanjikan untuk bisnis gula. “Lahan di sana banyak yang menganggur dan cukup layak ditanami tebu. Sinar mataharinya juga cukup bagus, sehingga memungkinkan tanaman tebu tumbuh dengan kualitas bagus,” tuturnya.

Selama ini, tambah Cholidi, rendeman tebu di Madura cukup bagus, yaitu minimal 7,5 persen. Ini berdasar pengalaman PTPN X selama dua tahun terakhir menanam tebu di sana dengan luas areal sekitar 1.300 hektare. “Ke depan dengan pendekatan best agricultural practices, rendemen bisa mencapai minimal 8 persen, seperti di lahan petani yang bekerja sama dengan PTPN X di kota-kota lainnya,” ujarnya.

Di tengah sulitnya ekstensifikasi lahan tebu di Pulau Jawa, ekspansi lahan di Pulau Madura harus dioptimalkan dengan mengembangkan lahan tidur yang selama ini kurang produktif. Pengembangan ini diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan petani setempat jika dibandingkan dengan kalau petani menanam komoditas lain. “PTPN X menargetkan pengembangan lahan tebu di Madura bisa mencapai 3.500 hektare pada 2014,” imbuhnya.

Pembangunan PG, diperkirakan butuh waktu sekitar dua tahun, sejalan dengan itu lahan tebu sudah berkembang mencapai 5.000-6.000 hektare. PG akan berkapasitas minimal 6.000 ton tebu per hari (TCD). Didesain terintegrasi dari hulu hingga hilir. Selain gula sebagai produk utama, PG juga akan menghasilkan sejumlah produk turunan lainnya, seperti bioetanol dari tetes tebu, listrik sebesar 25 MW dalam program co-generation dari ampas tebu, dan pupuk kompos