Wednesday, February 16, 2011

Demo Tolak Penutupan Tambang Pasir Berlangsung Ricuh


Kediri, Ratusan warga Desa Trisulo, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Rabu (16/2/2011) menggelar aksi demonstrasi menolak dilakukannya penutupan lokasi penambangan pasir oleh pemerintah daerah setempat. Aksi ini berlangsung ricuh, setelah warga dan aparat kepolisian terlibat adu mulut dan nyaris saling pukul.

Demonatrasi oleh warga ini dilakukan dengan memblokir jalan masuk menuju ke PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII Rangkah Sepawon, yang didalamnya juga terdapat lokasi penambangan pasir. Aksi yang dilakukan dengan menggunakan batu dan drum bekas ini sendiri sebagai merupakan protes dilakukannya penutupan lokasi penambangan sejak awal Januari 2011 lalu.

"Itu satu-satunya sandang pangan kami. Kalau itu tiba-tiba ditutup tanpa ada solusi, mau dikasih makan apa anak istri kami," Domo,salah satu demonstran yang juga pelaku penambangan pasir.

Kericuhan sendiri terjadi saat 2 truk pengangkut hasil perkebunan tertahan akibat warga menolak membuka blokir jalan. Langkah polisi memaksa  dilakukannya pembukaan jalan ditentang demonstran, hingga memunculkan adu mulur sengit. Bahkan seorang anggota kepolisian sempat akan memukul warga,sebelum akhirnya bisa diredam oleh rekan sejawatnya.

Kondisi tersebut mereda setelah koordinator demonstran berhasil dibujuk oleh aparat kepolisian agar menghentikan aksinya. Demonstran sendiri bersedia mengakhiri aksinya setelah sebelumnya dijanjikan oleh Camat Plosoklaten  lokasi penambangan pasir segera dibuka kembali.

"Demo yang dulu kami juga dijanjikan hal yang sama. Kami masih tunggu, kalau yang ini diingkari lagi, kami akan lebih berani," tegas Sahong, koordinator aksi warga.

Sementara informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, lokasi penambangan pasir tersebut ditutup oleh Satpol PP serta Kantor Pelayanan dan Perijinan (KPP) Kabupaten Kediri, setelah dianggap ilegal karena tak berijin. Meski demikian tudingan tersebut disanggah demonstran, karena itikad pengurusan ijin sudah diambil namun tak kunjung disetujui. "Sekarang tak berijin dipermasalahkan. Tapi kalau kami urus malah berbelit-belit," beber Sahong.

Sahong yang juga asli warga Desa Trisulo juga mengungkapkan, dia dan pelaku penambangan lain  enggan mengurus ijin setelah pungutan liar oleh oknum Satpol PP terus terjadi. Diakuinya, penambang pasir minimal mengeluarkan Rp.25 ribu per hari untuk pungutan tersebut. "Kalau sekarang kami tam berijin, jangan bisanya hanya menyalahkan.  Periksa anggota Satpol PP yang sudah menerima upeti dari kami setiap hari," pungkasnya tegas.

No comments:

Post a Comment