Tuesday, April 2, 2013

KESUCIAN MASJID DAN ETIKA DI DALAMNYA



Oleh : Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag

A.     Pengertian

Masjid adalah dari bahasa Arab yang artinya tempat sujud. Sedangkan Musala dari kata mushalla yang artinya tempat salat. Dengan demikian semua tempat yang dipergunakan salat pada hakekatnya adalah masjid.  Nabi bersabda : Dimanapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah, sebab semuanya adalah masjid (HR. Jamaah) (Sabiq, II : 140)
Menurut Abu Hanifah, Ahmad , Ishak dan Abu Tsaur, apapun nama bangunan itu jika ia telah diprrgunakan untuk salat berjamaah lima waktu maka ia telah berstatus sebagai masjid. Sebagai konsekuensinya, maka semua ketentuan yang berkenaan dengan masjid berlaku untuk bangunan tersebut, antara lain sahnya salat tahiyatul masjid dan i’tikaf di dalamnya.
Menurut Imam Syafii, i’tikaf khususnya pada bulan ramadan  sah dilakukan di mana saja, akan tetapi yang terbaik dilakukan di masjid jami’ yaitu masjid yang di samping dipergunakan salat berjamaaah lima waktu juga dipergunakan salat jum’at. ( Sabiq, IV : 9)

B.     Kelebihan Masjid

1.      Sebagai rumah Allah, artinya bangunan yang dirancang untuk mengagungkan Allah. 
Allah berfirman : “Sesungguhnya rumah-rumahKu di bumi adalah masjid dan para pengunjungnya adalah orang-orang yang memakmurkannya”. (Hadits Qudsi riwayat Abu Na’im dari Said Al-Khudri r.a). Orang-orang yang salat dan  berzikir  di masjid dipandang sebagai tamu Allah (Usman , 1979 : 129).
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang yang memakmurkan masjid Allah, ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah semata. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk “.   ( QS. At-Taubah : 18).


2.      Sarana indikator keimanan, artinya orang-orang yang aktif memakmurkan masjid dan orang-orang yang pasif terhadapnya  tentu  berbeda tingkat keimanannya. Nabi bersabda : Apabila kalian melihat seseorang yang biasa mengunjungi masjid, yakinlah bahwa orang tersebut telah beriman. (Hadits riwayat  Ahmad dari Abi Said Al Khudzry}.
3.      Sarana membangun rumah sendiri di surga, artinya orang-orang yang membangun masjid berarti membangun tempat tinggalnya sendiri di surga. Demikian juga orang yang merawatnya.
 Nabi bersabda : Barangsiapa orang yang membangun masjid karena mengharap ridla Allah, niscaya Allah mendirikan baginya sebuah rumah di surga.   (Hadits ruwayat Muttafaq alaih).
4.      Sarana pengampunan Allah.
      Hanya diam di masjid sudah dipandang sebagai i’tikaf yang mendatangkan ampunan Allah. Dalam  hadits dijelaskan bahwa :
      orang yang keluar dari rumahnya menuju masjid  karena Allah  semata dan dengan hati yang bersih maka ia dikawal 70.000 malaikat yang memohonkan ampun untuknya dan Allah menghadapkan muka kepadanya sampai selesai salatnya. (HR. Ahmad Abu khuzzaimah dan Ibnu Majah bersumber dari Abu Sa’id Al-Khudri ).
      Nabi bersabda : Barangsiapa yang membersihkan diri di rumah dan kemudian berjalan menuju rumah Allah untuk melaksanakan salat yang diwajibkan Allah maka langkah yang satu menggugurkan dosa kesalahannya dan langkah lainnya mengangkat derajatnya. (Hadits riwayat Muslim) (Usman, 1979 :134).

5.      Kelebihan khusus
      Hanya ada 3 masjid yang memiliki kelebihan khusus, sedangkan semua masjid sisanya bernilai sama. Baihaqi meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi SAW bersabda : Salat  di Masjidil Haram sama nilainya dengan seratus ribu kali salat, sembayang di masjidku yakni di Madinah sama dengan seribu kali salat, sedang di baitul maqdis sama dengan lima ratus kali salat. (Sabiq, II : 145)




C.     Etika Dalam Masjid  

Setiap orang yang memasuki, tinggal dan keluar dari masjid hendaknya mematuhi etika sebagai berikut :
1.      Salat tahiyatul masjid (salat penghormatan  untuk masjid) setiap memasuki masjid. Jamaah meriwatkan dari Abu Qatadah bahwa Nabi SAW bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu datang ke masjid, maka hendaklah ia salat dua rakaat sebelum duduk. (Sabiq, II : 145).
2.      Berpakain bersih, rapi dan harum.
Karena sedang bertamu kepada Allah dan akan bertemu dengan sejumlah orang maka seharusnya orang yang memasuki masjid berpakaian yang bersih, rapi, dan harum. Orang berkeringat atau berbau mulut yang tidak sedap dipandang tidak etis memasuki masjid. Nabi Muhammad SAW bersabda : Barangsiapa yang memakan bawang putih, barang merah dan kucai, maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami, sebab malaikat  merasa terganggu oleh sesuatu yang menggangu manusia. (Ibid : 148).
3.      Memasuki masjid dengan kaki kanan terlebih dahulu dan berdo’a :
اعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم, وسلطانه القديم, من الشيطان الرجيم, بسم الله : اللهم صل على محمد : اللهم اغفرلى ذنوبى وافتح لى ابواب رحمتك.
 Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajahNya yang Maha Mulia serta kerajaaNya yang azali dari godaan setan yang terkutuk. Dengan nama Allah, ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad. Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah untukku semua pintu rahmatMu.
4.      Keluar dari masjid dengan kaki kiri terlebih dahulu dan berdo’a :
بسم الله : اللهم صل على محمد : اللهم اغفرلى ذنوبى وافتح لى ابواب فضلك : اللهم اعصمنى من الشيطان الرجيم.
Dengan nama Allah. Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad. Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukalah untukku semua rahmatMu. Ya Allah lindungilah diriku dari godaan setan yang terkutuk.


5.      Tidak melakukan transaksi perdagangan, berbicara kotor atau berbicara yang melukai hati orang lain dalam masjid. Adapun pembicaraan lainnya di perbolehkan walaupun sampai menimbulkan tawa. Nabi Muhammad SAW bersabda : Apabila kamu melihat seseorang yang berjual beli dalam masjid,  maka ucapkanlah “semoga Allah tiada akan menguntungkan daganganmu”. (HR. Nas’i dan Turmudzi dari Abu Hurairah).
Dalam hadits dari Jabir bin Sumrah, ia berkata : Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat salatnya di waktu subuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu, dalam masjid orang-orang membicarakan beberapa peristiwa yang dialami pada masa jahiliah. Kadang-kadang mereka sama-sama tertawa dan Nabi SAW juga ikut tersenyum.  (HR. Muslim) (Ibid : 152).

6.      Diperbolehkan makan, minum dan tidur di masjid asalkan tetap memperhatikan kebersihan, ketertiban, dan keamanan masjid. Ibnu Umar berkata : Di masa Rasulullah SAW kami pernah tidur siang di masjid waktu kami masih muda. Abdullah bin Harits bercerita : Di masa rasulullah kami juga makan roti dan daging dalam masjid. (HR. Ibnu Majah) (Ibid ).
7.      Tidak mengeraskan suara dalam masjid walaupun yang dibaca adalah Al Qur’an yang menyebabkan terganggunya orang-orang yang sedang salat dan terganggunya lingkungan yang menjadi tetangga masjid.
Ibnu Umar ra bercerita bahwa “ Nabi SAW pada suatu ketika pergi ke masjid. Didapatinya banyak orang salat dan banyak pula yang mengeraskan suara dalam membaca Al-qur’an, maka sabdanya : sesunggunya orang yang salat itu sedang munajat atau bercakap-cakap dengan tuhannya’azza wajaala, maka seharusnya ia mengetahui apa yang dipercakapkan itu. Dan jangan pula seseorang di antara kamu mengeraskan suaranya di atas suara yang lain dalam membaca Al-qur’an. (HR. Ahmad) ( Sabiq, II : 151)
Rasulullah SAW. bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia tidak menggangu tetangganya. Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriaman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata dengan perkataan yang baik atau kalau tidak, hendaklah diam”. (HR. Bukhari dan Muslim) (An-Nawawi I, 1981 : 281).
8.      Diharamkan memasuki masjid bagi orang yang junub (berhadats besar) atau orang yang sedang haid, kecuali hanya melewati masjid dan tidak duduk di dalamnya.
Ummu Salamah ra. Berkata : Rasulullah SAW masuk ke halaman masjid dan berseru sekeras suaranya : Sesungguhnya masjid tidak diperbolehkan bagi orang haid maupun junub. (HR. Ibnu Majah dan Thabrani) (Sabiq, I : 45).
Allah berfirman : Hai orang-orang beriman janganlah kamu dekati salat ketika kamu sedang dalam keadaan mabuk, sampai kamu menyadari apa yang kamu ucapkan dan juga dalam keadaan junub kecuali bila kamu melewatinya saja sampai kamu mandi. (QS. An-Nisa’ : 43).

9.      Hendaklah orang yang memasuki masjid adalah mereka yang suci fisik, suci hati, suci lidah, suci dari berbagai kedhaliman atau mereka yang bertekat untuk mencapai kesucian tersebut. Inilah yang paling hakiki dan paling berat.
Sabda Nabi dalam menceritakan firman Allah : “Allah telah mewahyukan kepadaku : wahai saudara para Rasul, wahai saudara para pemberi peringatan ! Berilah berita peringatan kepada kaummu, agar mereka jangan memasuki satu rumahpun dari rumah-rumahKu (masjid), kecuali dengan hati bersih, lidah yang benar, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka memasuki salah satu rumahKu (masjid) padahal mereka masih tersangkut aniaya hak orang lain. Sesungguhnya Aku tidak memberi rahmat, selama ia berdiri di hadapanKu melakukan salat, sampai mengembalikan aniaya itu pada pemiliknya. Apabila ia telah mengembalikannya, Aku akan jadi alat pendengarannya yang dengan alat itu ia mendengar, dan Aku akan jadi alat penglihatannya yang dengan alat itu ia memandang, dan ia akan menjadi salah seorang wali dan orang pilihanKu, dan akan menjadi tetanggaKu bersama para nabi, para siddikin dan para syuhada, yang ditempatkan di dalam surga. (HQ riwayat Abu Na’im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu ‘Asaakir yang bersumber dari Hudzaifah r.a).

Dengan etika tersebut setiap individu dapat menghormati kemurnian masjid dan menjaga diri dari hal-hal yang merusak keagungan masjid dengan menahan diri dari dorongan-dorongan pribadi yang akan menganggu kekhususyuan ibadah di dalamnya.

DAFTAR BACAAAN
    1. Al-Qur’an Al-Karim
    2. An-Nawawi, Riyadlus- Shalihin  I  (Toha Putra Semarang, 1981).
    3. Sayyid Sabiq, Fikih Sunah  I, II, IV (Al-Ma’arif Bandung, 1995).
    4. KH.M. Ali Usman dkk, Hadits Qudsi (CV Diponegoro Bandung, 1979).

No comments:

Post a Comment