Tuesday, April 2, 2013

Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan



Perlindungan bagi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sudah merupakan kewajiban dunia internasional. Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria, dalam resolusi yang disepakati oleh seluruh anggotanya pada 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental pada kebebasan ekspresi.
Dalam resolusi itu, lembaga PBB tersebut menyerukan kepada negara-negara di dunia agar ”mengembangkan lingkungan yang aman bagi para wartawan dan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaannya secara independen.” Resolusi itu juga menyerukan untuk mencegah impunitas dengan melakukan ”investigasi yang tidak memihak, cepat, dan efektif” mengenai tindakan kekerasan terhadap wartawan.


I.    Latar Belakang

Keselamatan wartawan masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap media atau wartawan. Aspek yang menonjol dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme penanganan masalah yang dapat menjadi rujukan bagi berbagai pihak terkait. Karena itu perlu disusun pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan. Pedoman ini diharapkan dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam rangka penyelesaian kasus-kasus pers.


II. Definisi Kekerasan Terhadap Wartawan

Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud ialah kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan pekerjaan jurnalistik atau kekerasan yang diakibatkan oleh karya jurnalistiknya.


Bentuk kekerasan yang dimaksud adalah:
1)      kekerasan fisik termasuk penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.
2)      kekerasan non-fisik termasuk ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.
3)      perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.
4)        upaya menghalangi kerja wartawan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, yaitu dengan merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan apa pun yang merintangi tugas wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.
5)        Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk kepada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.


III. Prinsip-Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

1.      Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan atas persetujuan korban atau ahli waris.
2.      Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan secepatnya.
3.      Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagai berikut:
a)    Pengumpulan informasi dan verifikasi, yaitu membuat kronologi, menentukan pihak-pihak yang terlibat, baik korban dan pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti.
b)   Verifikasi dimaksudkan untuk menentukan apakah kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan kegiatan jurnalistik atau tidak. 
c)    Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan, keselamatan, hingga kemungkinan evakuasi korban dan keluarganya.
d)   Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi:
1.      langkah litigasi atau proses hukum,
2.      langkah non-litigasi atau di luar proses hukum.
e)    Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.
f)     Pengumpulan dana untuk proses penanganan.
4.      Perlu dilakukan penyelidikan apakah wartawan murni menjadi korban kekerasan atau apakah wartawan ikut berkontribusi pada terjadinya kekerasan.
5.      Jika kasus kekerasan berhubungan dengan kegiatan jurnalistik, maka penanganannya menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.
6.      Jika kasus kekerasan tidak berhubungan dengan kegiatan jurnalistik, maka tanggung jawab langsung untuk melakukan penanganan berada pada penegak hukum.

IV.  Tanggung Jawab Perusahaan Pers

7.        Perusahaan pers adalah pihak pertama yang bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan yang bersifat segera terhadap wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik wartawan yang berstatus karyawan maupun non-karyawan.
8.        Tanggung jawab perusahaan pers meliputi: menanggung biaya pengobatan, evakuasi, dan proses pencarian fakta; berkoordinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan penegak hokum; serta memberikan pendampingan hukum.
9.        Perusahaan pers tetap melakukan pendampingan meskipun kasus kekerasan terhadap wartawan telah memasuki proses hukum di kepolisian atau peradilan.
10.    Perusahaan pers tidak dapat memaksa wartawan untuk melakukan perdamaian dengan pihak pelaku kekerasan atau meneruskan kasus tanpa persetujuan wartawan korban kekerasan.
11.    Perusahaan pers tidak dapat melakukan perdamaian atau kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan pihak pelaku kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban kekerasan.


V.  Tanggung Jawab Organisasi Profesi Wartawan

12.    Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarganya yang menjadi korban kekerasan, termasuk ketika kasus kekerasan tersebut telah memasuki proses hukum. Proses pendampingan mengacu kepada langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Bab III butir 3.
13.  Pengurus organisasi di tingkat lokal mengambil peran lebih besar dan bertindak secara proaktif untuk melakukan advokasi terhadap wartawan korban kekerasan atau keluarganya.
14.  Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan.
15.  Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu atas terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum melakukan proses pengumpulan dan verifikasi data.

VI.              Tanggung Jawab Dewan Pers

16.  Mengingatkan perusahaan pers akan tanggung jawabnya sebagaimana telah diatur dalam Bab IV butir 7 sampai 11.
17.  Berkoordinasi dengan perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan untuk melakukan penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sesegera mungkin, mencakup proses-proses penanganan kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Bab III butir 3.
18.  Turut bertanggung jawab mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menangani kasus kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum dinyatakan selesai.
19.  Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah penanganan yang diperlukan untuk melindungi wartawan korban kekerasan atau keluarganya, serta memastikan penegak hukum memproses pelaku kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.
20.  Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan mengawal proses hukum kasus kekerasan terhadap wartawan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat prosesnya.


VII. Ketentuan Penutup

21.  Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus kekerasan terhadap wartawan yang dapat menghambat penanganan masalah, termasuk mempersulit proses evakuasi dan perlindungan korban.
22.  Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus bersikap adil, dan memberikan sanksi tegas jika pada akhirnya ditemukan bukti-bukti bahwa wartawan melanggar kode etik jurnalistik dan atau turut menyebabkan terjadinya kasus kekerasan.
23.  Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi profesi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan tindak kekerasan terhadap wartawan. Dewan Pers memfasilitasi proses pembentukan lumbung dana taktis tersebut.
24.  Setiap kasus kekerasan terhadap wartawan akan diselesaikan melalui proses hukum. Kecekatan para penegak hukum amat penting untuk menghindari impunitas yang menyebabkan penyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan dan media pers terabaikan dalam waktu yang tidak menentu. 
25.  Jika korban memilih proses perdamaian, maka setiap proses perdamaian antara wartawan yang menjadi korban dan pelaku kekerasan akan melibatkan perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan. Dewan Pers dapat dilibatkan atas permintaan korban, perusahaan pers, atau organisasi profesi.

No comments:

Post a Comment